Kepala Desa Jangan Takut Wartawan, Tapi Juga Jangan Terjebak Wartawan Bodrek, Kalau kerja sama minta FAKTUR Pajak.

Bacan/Halse, Madodera.com - Kepala desa diingatkan agar tidak bersikap alergi terhadap kehadiran wartawan. Sebab, wartawan yang menjalankan tugas sesuai aturan bukan musuh, tapi bagian dari mata publik untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas di tingkat pemerintahan desa.

“Kalau wartawan datang, itu bukan berarti cari masalah. Mereka datang cari informasi yang memang wajib diketahui masyarakat. Jadi jangan panik apalagi sembunyi,” tegas seorang pegiat media di Maluku Utara, Kamis (17/7).

Namun, di tengah maraknya media baru dan kebebasan bermedia sosial, muncul pula praktik wartawan gadungan - yang hanya mengaku-ngaku wartawan, tanpa legalitas dan tidak bekerja untuk perusahaan pers resmi.

Ketua Dewan Pers, Prof. Komaruddin Hidayat, dalam sambutan pembukaan Uji Kompetensi Wartawan di Ambon, Juni 2025 lalu, menyebut fenomena “wartawan bodrek” sebagai salah satu dampak dari longgarnya regulasi dan tingginya angka pengangguran.

“Kalau ada wartawan datang, tapi tidak punya legalitas yang jelas, jangan dilayani. Itu rawan disalahgunakan,” tegas Komaruddin.

Ia bahkan mendorong para pejabat desa maupun birokrasi untuk tidak segan menolak permintaan amplop dari oknum wartawan gadungan. “Ini sudah merusak citra pers. Harus diberantas bersama,” sambungnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, kerja sama antara media dan pemerintah desa hanya bisa dilakukan dengan perusahaan pers yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) berbasis media, bukan PT perorangan atau koperasi.

“Jangan sembarang teken kerja sama. Kepala desa harus minta faktur pajak resmi perusahaan media, supaya saat diaudit oleh pemerintah daerah, semua jelas. Banyak kasus di Maluku Utara, wartawan datang bawa proposal tapi medianya tara jelas,” kata seorang mantan wartawan senior di Ternate, IDAM

*/Red Babang-Hal-Sel

Dengan maraknya media online saat ini, desa-desa jadi sasaran empuk bagi wartawan tanpa kompetensi atau media tak berbadan hukum. “Media resmi pasti siap buka legalitas. Kalau cuma datang na bawa kartu pers terus minta uang, itu bukan kerja jurnalistik,” sambungnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post