HALMAHERA SELATAN, Madodera.COM – Dunia pers Halmahera Selatan kembali mencuaat. Kali ini bukan soal karya jurnalistik, tapi dugaan skandal anggaran yang melibatkan wartawan yang tergabung dalam kelompok berjuluk Sembilan Naga dan Kepala Dinas Kominfo Halmahera Selatan, Sutego.
Informasi yang diperoleh Madodera.Com dari sumber internal yang kredibel menyebutkan, dana kerjasama media senilai Rp 1,5 miliar diduga telah ditilap secara sistematis oleh kelompok ini. Dana tersebut bersumber dari anggaran Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) dan dialirkan melalui skema kerjasama media yang diduga penuh rekayasa.
Skandal ini lebih runyam karena diduga disokong oleh Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba. Ada dugaan kuat bahwa pembentukan “Sembilan Naga” sejak awal bukan sekadar urusan komunikasi, tapi mesin propaganda untuk memenangkan Pilkada 2024. Media yang tidak tunduk, dikesampingkan. Media yang kritis, diasingkan.
Padahal, catatan di lapangan menyebutkan jumlah media aktif di Halsel saat ini berkisar 115 media. Tapi yang diberi ruang dan anggaran hanya segelintir mereka yang masuk lingkaran “naga”.
“Pers di Halsel sudah tak lagi berdiri di atas idealisme. Kini ada blok elit yang memonopoli akses informasi dan anggaran,” ujar salah satu sumber wartawan senior yang enggan namanya ditulis.
Pers Diperalat, Dana Publik Digasak
Bila informasi ini benar, maka bukan hanya institusi pers yang dikorbankan, tetapi juga wibawa APBD dan uang rakyat.
Publik pantas bertanya:
·
Dari mana Rp 1,5
miliar itu diambil?
·
Untuk apa uang sebesar
itu jika media lokal dibiarkan tanpa ruang?
·
Kenapa hanya sembilan
orang yang diberi hak eksklusif mengelola informasi dan dana?
Di sisi lain, Kepala Dinas Kominfo Sutego belum memberikan keterangan resmi. Sementara itu, Bupati Bassam Kasuba juga belum merespons dugaan keterlibatan dalam persekongkolan ini.
Politik Balas Dendam Atas Nama Informasi Publik
Kejanggalan lainnya, media-media yang pada Pilkada 2024 lalu berseberangan dengan penguasa saat ini, kini diasingkan. Tak ada ruang kerjasama, tak ada akses informasi, bahkan liputan kegiatan pemerintah pun dibatasi.
Ini bukan hanya soal uang, tapi soal demokrasi dan keadilan informasi. Jika benar kerjasama media dijadikan alat balas dendam, maka Pemkab Halsel secara terang-terangan telah membajak kebebasan pers dan mencederai demokrasi lokal.
Publik Menyerukan: Usut Tuntas!
1.
Inspektorat
dan BPK segera turun tangan mengaudit dana Rp 1,5 Miliar yang digelontorkan lewat Diskominfo.
2.
Bupati Bassam
Kasuba buka suara dan tanggung jawab atas kekacauan ini.
3.
Pers lokal
harus bersatu, keluar dari bayang-bayang penguasa.
Uang rakyat bukan milik kelompok, bukan milik naga, bukan milik mereka yang duduk di kursi empuk kekuasaan.
Pers bukan alat kampanye. Pers bukan mesin balas dendam. Pers adalah penjaga kebenaran.
Dan kami tidak akan diam. Karena di Halmahera Selatan, suara rakyat tak bisa dibungkam.