
Masalah ini bukan baramaeng. Instruksi dari Kadis DPMD, Muhammad Zaki Abd. Wahab, M.Si., yang larang para kepala desa baronda lama-lama di Labuha, diduga cuma jadi kertas basah. dong tara mester akang. Tidak dijalankan.
Fadli A. Hakim, warga Desa Tomori, bilang Abdul Aziz bukan cuma pandang enteng instruksi, tapi malah jadi dalang tempat kumpul para kades di Labuha.
"Hampir tiap malam, saya lia sendiri. Di ruma itu ada 20 orang kapala desa yang suka bakumpul deng hari-hari kepala desa dong nongkrong di situ. Sudah hampir enam bulan begitu terus, padahal instruksi Kadis belum juga dieksekusi," ucap Fadli.
Menurut Fadli, banyak dari para kades yang sering dapa lia di Labuha itu dapa tau samua bagian dari tim pemenangan Bassam-Helmi saat Pilkada 2024 kemarin. Jadi, dugaan kuat muncul: instruksi Kadis DPMD itu cuma sandiwara politik.
"Kadis juga ikut main waktu Pilkada, jadi ngoni mau harap dia berani tindak itu Ketua APDESI yang sama-sama satu barisan? Mustahil. Itu himbauan cuma supaya masyarakat pikir dorang tegas," beber Fadli tanpa ragu.
Bukan hanya aktivis, masyarakat juga su mulai tanya-tanya: Apakah jabatan di desa sekarang su jadi alat politik?
Seorang tokoh masyarakat yang ditemui di Simpang Lima Labuha bilang, seorang Ketua APDESI mestinya jadi contoh – bukan malah bikin budaya malas pulang kampung.
"Kepala desa harusnya ada di desa, urus rakyat. Ini malah ko jadi ketua APDESI lalu ruma pribadi ko sulap jadi markas ngumpul, pasukan politik yang tong tau dorang itu kades. Apa ini contoh yang baik? Cuma pakai alasan ada urusan, padahal lebih banyak urus kepentingan pribadi." tegasnya.
Padahal jelas: surat edaran DPMD su minta kepala desa jangan tinggalkan desa terlalu lama. Tapi kenyataannya, Labuha makin penuh dengan kades. Dan desa dibiarkan kosong, rakyat ditinggal pigi.