
Menurutnya, tingginya alokasi anggaran tidak diiringi dengan peningkatan kinerja signifikan. Ia menilai lemahnya fungsi pengawasan dan pembinaan oleh Inspektorat menjadi salah satu penyebab utama rendahnya tingkat akuntabilitas Pemerintah Kabupaten Garut, khususnya dalam tata kelola keuangan.
“Anggaran besar bukan jaminan keberhasilan. Inspektorat semestinya jadi garda terdepan pencegahan penyimpangan, bukan justru mandul dalam pengawasan,” ujar Iman dalam keterangannya.
Kritik tersebut semakin relevan setelah munculnya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2024 yang mencatat sejumlah temuan serius:
1. Fraud di 13 Kecamatan**: Terindikasi penyimpangan lebih dari Rp2 miliar, menunjukkan lemahnya kontrol keuangan di tingkat kecamatan.
2. SPIP Lemah**: Sistem Pengendalian Internal Pemerintah dinilai belum berjalan optimal di banyak SKPD, sehingga pelaksanaan Transaksi Non Tunai (TNT) menjadi tidak efektif.
3. Dana Mengendap di Bendahara**: Banyak uang daerah yang tidak segera disetorkan, melampaui batas waktu dan nominal, membuka peluang penyalahgunaan.
4. Tata Kelola Keuangan Desa Memburuk**: Pengawasan atas pengelolaan dana desa masih minim, padahal peran Inspektorat sebagai APIP sangat dibutuhkan.
Fraksi Golkar menilai, ketidaksigapan Inspektorat dalam menindaklanjuti dan membina SKPD maupun pemerintah desa menunjukkan kegagalan fungsi yang serius. Padahal, melalui Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT), seharusnya potensi penyimpangan bisa ditekan sejak dini.
Iman menegaskan bahwa DPRD akan terus mendorong penguatan peran Inspektorat, baik dari sisi regulasi, SDM, maupun integritas, agar pengawasan internal benar-benar menjadi alat kontrol yang efektif dan akuntabel.
Redaksi GARUT