Tomori, Madodera.Com - Suara dari dalam kampung Tomori so mulai panas. Tongkrongan yang biasa orang pigi duduk santai, ngopi, tampa baku dapa, sekarang jadi tempat main judi. Nama tempat itu: Kedai Katu. Tapi yang bikin torang semua heran, ini bukan sembarang orang yang main. Yang main itu justru orang-orang yang seharusnya jaga kampung – jurnalis, aparat, pegiat-pegiat Sosial.
Media ini coba gali informasi, suasana langsung panas. Tara semua orang mau bicara, tapi ada satu jurnalis – yang minta dia penama jang tulis – datang kasi tahu, dia sendiri pernah ada di situ.
“Itu su betul, tamang. Naikkan ini berita saja supaya dorang jang baba judi suda. Torang pulang dari situ doi me abis tu, ciee. Torang rasa rugi skali,” kata jurnalis itu, nada suara marah campur malu.
Dia juga bilang, kalau dorang masih terus berjudi di situ, nanti nama-nama semua orang yang terlibat dia akan kirim pa media. Tapi sampe sekarang, nama-nama itu belum datang. Mungkin dia masih takut. Atau mungkin dia tunggu torang naikkan berita dulu baru dia berani buka semua.
Tapi yang jelas, ini aktivitas tara normal. Warga juga so tau, dan mulai bisik-bisik. “Itu tempat judi. Malam-malam dorang duduk main, uang jalan terus. Tapi tara ada yang berani tegur, karena yang main itu ada yang aparat, ada yang wartawan juga,” kata satu warga Tomori.
Torang semua jadi bingung. Kalau jurnalis yang kerja kasih tahu kebenaran, dan aparat desa yang tugas jaga ketertiban, malah ikut main judi – ini kampung mau jadi apa?
Warga minta polisi atau pemerintah datang lihat langsung. Bukan tutup mata. Karena judi ini bukan hanya rusak orang pe dompet, tapi juga hancurkan nama baik kampung. “Kalau tara cepat diberhentikan, nanti anak-anak muda lihat itu biasa. Mati sudah torang pe adat,” kata satu mama-mama di Tomori.
Kedai Katu sekarang jadi sorotan. Tapi bukan karena kopi atau pisang goreng. Tapi karena tempat itu jadi sarang judi – dan ditutupi rapat dan torang yang harusnya kasi terang.
*/Red : Labuha