Gambaru, Madodera.Com - Warga Desa Gambaru, Kecamatan Obi Selatan, Halmahera Selatan, buka suara. Dorang tara tahan lagi deng dampak operasi tambang PT. Gane Tambang Sentosa (GTS) yang bikin lingkungan rusak, tanaman mati, dan janji-janji manis yang cuma tinggal di mulut.
Dua sungai utama di desa itu – Sungai Doko dan Sungai Rijang – yang selama ini jadi sumber hidup warga, kini airnya berubah warna jadi merah. Air yang dulu bisa langsung diminum, sekarang sudah tara layak sentuh.
“Dulu torang bisa mandi, cuci, minum langsung dari sungai. Sekarang, air itu so merah, keruh. Bahkan air laut di depan kampung juga ikut berubah warna,” kata warga berinisial S.M.T, Minggu (14/07/2025).
Bukan cuma soal sungai, warga juga mulai rugi besar. Tanaman pala milik warga mati satu-satu, dan ketika minta ganti rugi, perusahaan pura-pura tuli.
“Kita su datang minta ganti, tapi PT. GTS tara pernah kase tanggapan,” tambah S.M.T.
Warga lain, inisial S.H, juga alami hal sama. Lahan kebun dia terendam banjir akibat pembukaan lahan dan pengerukan tanah oleh perusahaan. “Air dari atas masuk ke kebun. Kelapa, pala, semua habis. Kita su minta pertanggungjawaban, tapi tara digubris,” katanya.
Cerita soal janji palsu juga datang dari warga lain, Cn. S. Dia bilang, sebelum beroperasi, pihak perusahaan lewat CSR sempat datang dan bilang mau bangun jalan penghubung antara Desa Gambaru dan Desa Fluk. Tapi kenyataannya, alat berat yang dibawa malah dipakai untuk naik ke puncak gunung.
“Mereka bilang mau bangun jalan. Tiga alat berat awal diturunkan, eh besok-besok tambah banyak, tapi semua naik ke atas, kerja tambang. Jalan? Jembatan? Tara ada sampai sekarang,” tegas Cn. S.
Dia juga ingatkan bahwa dari awal, sudah ada kesepakatan bangun jembatan di atas Sungai Diag dan Sungai Buaya. Tapi semua itu tinggal jadi cerita – tara satu pun terealisasi.
Selain kerusakan lingkungan dan infrastruktur yang mangkrak, warga juga kecewa soal rekrutmen tenaga kerja. Banyak warga ditolak kerja tanpa alasan jelas. “Kita umur 40 tahun, langsung ditolak. Tapi perusahaan tara pernah sosialisasi soal batas umur. Jadi torang bingung, itu aturan dari mana?” kata Cn. S, heran.
Warga berharap Pemerintah Daerah Halmahera Selatan maupun Provinsi Maluku Utara turun tangan. Dorang tuntut PT. GTS bertanggung jawab atas kerusakan sungai, tanaman, dan janji-janji palsu yang sampai sekarang tara ada bukti.
“Perusahaan bilang air bersih dan jembatan itu urusan Dinas Perkim. Tapi dari tahun 2003 mereka su operasi. Masa sampe sekarang torang masih begini?” pungkas Cn. S, dengan nada marah dan kecewa.
Perlu diketahui, PT. GTS adalah bagian dari Harita Nickel – perusahaan besar yang saat ini lagi giat ekspansi. Dengan akuisisi senilai Rp 7,9 miliar, mereka tambah luas wilayah tambang sampai 2.314 hektar, dengan IUP sampai tahun 2040.
Tapi sayangnya, saat warga butuh jawaban, perusahaan pilih diam. Sampai berita ini naik, pihak redaksi juga belum dapat tanggapan resmi dari PT. GTS meski sudah berupaya menghubungi.
*/Red : Obi